Senin, 07 Januari 2013

Manasikku Manna ? (Serpihan Haji 2012 Episode 1)

Sebetulnya sudah masuk kategori daluwarsa bila perjalanan haji kemarin baru sekarang diprasastikan.  Ada sih niat saat itu untuk mengupdate perjalanan ritual minute to minute nya.  Namun karena ketaktersediaan laptop dan jaringan internet yang memadai, komplit sudah alasanku untuk tak menuliskannya. Meski alasan yang sebenarnya tepat adalah kemalasan yang dibungkus dengan kesibukan beribadah di sana. Taile...., ibadah rek...!
Yuup, semangat untuk merekam semua kejadian demi kejadian terpaksa diakomodir berbarengan dengan ramenya pemberitaan di koran tentang tudingan adanya aroma korupsi dalam penyelenggaraan haji tahun ini (2012) di Kemenag.  Saya sih tidak berkepentingan dengan semua tudingan itu.  Gak ngaruh.  Silakan ambil kesimpulan sendiri.  Tugas ku yang mulia nan terpuji cuma satu (kalo bukan diriku yang memuji diri sendiri siapa lagi?), agar kalian para calon jemaah bisa bersiap dan menyambut panggilan Alloh ini dengan lebih efektif dan efisien sehingga tidak berdampak sistemik pada keutuhan negara dan bangsa Indonesia.  Merdeka!!!  Dan episode pertama ini pun bergulir...

Manasikku mana?
Manasik begitu jamaah bilang, adalah pengetahuan tentang tata cara peribadatan haji dan umroh.  Substansinya cuma satu menurutku, agar kita melaksanakan semua rukun dan wajib haji yang memang benar-benar Rasulullah Muhammad saw contohkan buat kita.  Kalo anda sepakat mengenai hal ini, maka semua ritual ibadah haji adalah enteng lagi ringan, nikmat lagi menggairahkan, enak lagi menggemaskan, dan bukannya berat lagi abot, bosan dan membosankan.
Masalahnya adalah begitu banyak ragam manasik.  Masing2 KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) mengajarkan cara manasik yang berbeda2, dan semuanya mengklaim mencontoh Rasululloh.  Nah Lho..!
Sebagai orang awam, mana yang kita pilih?
Gampang kok kalo mau ikuti triks Hukum Untung Pertama.

"Bila ada pertentangan pendapat dan keduanya mengaku didasarkan pada hadist yang sahih, tanyakanlah pada kitab hadist apa, hadist yang dijadikan sandaran hukum itu berada".
Biasanya sih (tapi tidak selalu lho) mereka yang asal-asalan, tidak mampu untuk menyebut sumber hadistnya dari mana.  Tapi kalo cara ini tidak berhasil, lanjutkan dengan Hukum Untung Kedua.
"Bandingkan dengan sebanyak mungkin membaca literature tentang hal yang dipermasalahkan, karena masing-masing pembahas akan menonjolkan pendapatnya dan berdoalah agar mereka mencantumkan sumber hukumnya".
Ntar kalo cara ini juga tidak mempan, ikuti langkah berikutnya dengan Hukum Untung Ketiga.  Tapi itu nanti, kalo gak berhasil hubungi saya langsung tanpa perantara.  Ingat ! tanpa perantara !

Dengan mengantongi segepok informasi dan dari hasil penelusuran investigatif serta serangkaian fit and proper test, akhirnya kami (saya dan istri) menetapkan pilihan pada satu KBIH.   Baitul Izzah namanya.  Ini bukan promosi, cuma iklan, semacam pemberitahuan saja bahwa layanan mereka memang sepenuh hati buat jamaahnya.  Ntar akan kami tuliskan tentang kiat praktis memilih KBIH yang kompeten dan terpercaya asal anda juga sepakat untuk mengingatkan saya.
Nah kembali ke topik manasik.
Sebenarnya semua KBIH juga menyelenggarakan manasik.  Frekuensinya ngalah-ngalahin kemenag.  Dan dilakukan rutin jauh hari sebelum mendekati hari H.  Bila semua calon jamaah haji tergabung dalam KBIH, tentu manasik yang diselenggarakan Kemenag seolah tidak berarti.  Karena calhaj sudah kenyang dengan menu manasik KBIH.  Oleh karena ada sebagian calhaj yang mandiri, tidak tergabung dengan KBIH, maka manasik Kemenag tetap diperlukan.
Pertanyaannya cuma satu.  Apakah frekuensi dan durasi waktunya cukup memadai memberikan bekal pengetahuan tata cara perhajian?  Saya pernah ikut sekali, pembekalan manasik terakhir dari kemenag kabupaten.  Kebanyakan calhaj tidak tahu berapa kali seharusnya manasik kemenag diselenggarakan.  Yang jelas untuk sekali kehadiran, saya diminta tanda tangan sebanyak empat rangkap, begitu pun tamu undangan lainnya.  Hadirin tidak mempermasalahkan, mungkin karena mereka beranggapan bekal  manasik dari KBIH sudah lebih dari cukup.  Maka manasik yang lebih banyak didominasi pengalaman teknis (bukan hal terkait syari'ah pelaksanaan haji) dianggap sebagai seremonial belaka.
Seandainya saja saya adalah bagian dari Haji mandiri, maka saya akan berteriak: Manasikku Mannnaaa..?

BILA ANDA SUKA DENGAN ARTIKEL INI, MOHON KLIK VOTE FOR ME PLEASE.. Top Blogs keywords hint: Haji, Perjalanan ke tanah suci, perjalanan diri, berbagi perjalanan.
Artikel Terkait Lainnya :

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More