Coba anda cermati tampilan Home Kompasiana. Arahkan
pandangan anda pada kolom Tulisan Terbaru, HighLight atau pun Trending
Article. Tulisan dengan tema apa yang paling mendominasi? Yuups..,
anda benar! Politik..! Oleh karena itu jangan kemana-mana, tetaplah
di Kompasiana, karena saya akan menuliskan alasan-alasan kenapa tema
politik digemari kompasioner.
Berikut hasil investigatif ngawur saya yang cenderung memihak dan tendensius:
1. Selalu uptodate!
Tema politik tak pernah ada matinye. Tak kenal musim hujan dan kemarau. Tak peduli musim durian atau tembakau. Sumber ide tentu dari headline media. Bandingkan bila anda harus menulis dengan tema lain. Maka kompasioner pun bergairah, panas membara, karena selalu duduk pada media yang menjadi kompornya. Tema yang berbanding lurus dengan semua kanal media baik cetak atau elektronik semakin memancing keingintahuan pembaca untuk mendalami suatu kasus tertentu. Kompasioner pun dengan cerdik membungkus, analisis-analisis yang biasanya bersumber dari pengulangan ulasan para pengamat politik dengan judul-judul yang bombastis, memancing kompasioner lainnya untuk mengkliknya. Lihat saja ketika kasus PKS muncul, bisa dibilang tema-tema yang lain langsung tenggelam kalah cepat juga kalah jumlah. Efek positifnya, kompasioner yang mulai jenuh dengan tema politik mulai mengarahkan mousenya ke tema-tema yang sepi peminat dan berat.
2. Budaya Ngrumpi
Budaya ini diklaim sebagai budaya perempuan Indonesia. Tapi bila anda jeli, penulis tema politik didominasi kaum adam. Adam yang sesungguhnya. Bukan Adam Inul. Apakah ini pertanda bahwa sebenarnya budaya ngrumpi adalah budaya universal? Tidak terbatas pada gender tertentu? Atau barangkali pengaruh metroseksual, sehingga para pria jaman sekarang bukan hanya pesolek tapi juga perumpi? Lebih jauh lagi, coba anda klik tulisan dengan komentar terbanyak. Maka para komentator itu , sebagian besar diantaranya adalah lelaki. Pas dengan tagline coklat kesukaan anak saya: Panjaaaaaang dan laaaaaamaaaa…itulah Laki-laki!
3. Motif Ekonomi
Bagi profesional, pergerakan tema politik menjadi ladang ekonomi yang menggiurkan. Pengamat politik muda saling bergantian menghiasi kaca depan televisi anda. Selain terkenal (investasi politik yang sangat penting di masa depan) juga amplopnya kenyal. Perlu proses panjang bagi mereka untuk bisa tampil dan memberikan pendapatnya. Pengamat yang paling sering diundang, tentu saja pengamat yang bisa melahirkan komentar yang benar-benar beda. Unik. Orisinil. Dan kalo perlu sedikit kontroversial. Mereka telah menginvestasikan ribuan jam tidur mereka dengan melek’an membuka lembar-demi lembar teori politik, histori kelompok ataupun perorangan, memikirkannya hingga lupa mandi, merenungkannya hingga tak gosok gigi, lalu menuliskannya. Ya tulisan adalah prasasti abadi pemikiran. Maka seorang pemimpin akan dikenang sepanjang masa bila mampu meninggalkan jejak pikirannya dalam bentuk tulisan.
4. Politik Kepentingan
Media adalah alat yang paling ampuh untuk merebut hati rakyat. Sudah sejak jaman romawi patron ini dipahami. Inilah mungkin alasan yang paling masuk akal kenapa Hari Tanoe, selepas keluar dari Nasdem, diperebutkan banyak pihak. Bagi yang memiliki keterbatasan modal mengakses media, apalagi media elektronik, maka media gratisan macam kompasiana adalah surga. Kurang 14 bulan lagi helatan akbar lima tahunan digelar. Maka perang pun dimulai. Dari yang sekedar promosi ataupun pencitraan , hingga black campaign menghiasi setiap tema politik yang dibahas. Pikirnya, kalo gak sekarang kapan lagi? Mumpung gratis…
5. Serangan Balik
Bagi lawan politik, setiap tulisan yang menjerumuskan atau menyerang parpolnya adalah tantangan. Loe jual, Gue Beli. Maka pembelaan silih berganti dari pihak yang pro dan kontra selalu terbit setiap menitnya. Akibatnya tema-tema politik terjebak dalam arus berbalas pantun. Pembaca pun disuguhi tema politik membela diri. Ada semacam hak jawab yang harus ditunaikan, bila suatu tulisan memuat hal yang miring tentang partainya.
Saya tidak skeptis ataupun pesimis. Dari kelima alasan itu, ada satu yang membuat saya tetap optimis. Gairah penulis politikkompasioner.
Mudah-mudahan kelak, saat saya menonton tivi ada pengamat yang memperkenalkan dirinya, saya pemerhati politik dan saya adalah…..Kompasioner!
Sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/02/12/mengapa-tema-politik-lebih-diminati-kompasioner-533532.html
Berikut hasil investigatif ngawur saya yang cenderung memihak dan tendensius:
1. Selalu uptodate!
Tema politik tak pernah ada matinye. Tak kenal musim hujan dan kemarau. Tak peduli musim durian atau tembakau. Sumber ide tentu dari headline media. Bandingkan bila anda harus menulis dengan tema lain. Maka kompasioner pun bergairah, panas membara, karena selalu duduk pada media yang menjadi kompornya. Tema yang berbanding lurus dengan semua kanal media baik cetak atau elektronik semakin memancing keingintahuan pembaca untuk mendalami suatu kasus tertentu. Kompasioner pun dengan cerdik membungkus, analisis-analisis yang biasanya bersumber dari pengulangan ulasan para pengamat politik dengan judul-judul yang bombastis, memancing kompasioner lainnya untuk mengkliknya. Lihat saja ketika kasus PKS muncul, bisa dibilang tema-tema yang lain langsung tenggelam kalah cepat juga kalah jumlah. Efek positifnya, kompasioner yang mulai jenuh dengan tema politik mulai mengarahkan mousenya ke tema-tema yang sepi peminat dan berat.
2. Budaya Ngrumpi
Budaya ini diklaim sebagai budaya perempuan Indonesia. Tapi bila anda jeli, penulis tema politik didominasi kaum adam. Adam yang sesungguhnya. Bukan Adam Inul. Apakah ini pertanda bahwa sebenarnya budaya ngrumpi adalah budaya universal? Tidak terbatas pada gender tertentu? Atau barangkali pengaruh metroseksual, sehingga para pria jaman sekarang bukan hanya pesolek tapi juga perumpi? Lebih jauh lagi, coba anda klik tulisan dengan komentar terbanyak. Maka para komentator itu , sebagian besar diantaranya adalah lelaki. Pas dengan tagline coklat kesukaan anak saya: Panjaaaaaang dan laaaaaamaaaa…itulah Laki-laki!
3. Motif Ekonomi
Bagi profesional, pergerakan tema politik menjadi ladang ekonomi yang menggiurkan. Pengamat politik muda saling bergantian menghiasi kaca depan televisi anda. Selain terkenal (investasi politik yang sangat penting di masa depan) juga amplopnya kenyal. Perlu proses panjang bagi mereka untuk bisa tampil dan memberikan pendapatnya. Pengamat yang paling sering diundang, tentu saja pengamat yang bisa melahirkan komentar yang benar-benar beda. Unik. Orisinil. Dan kalo perlu sedikit kontroversial. Mereka telah menginvestasikan ribuan jam tidur mereka dengan melek’an membuka lembar-demi lembar teori politik, histori kelompok ataupun perorangan, memikirkannya hingga lupa mandi, merenungkannya hingga tak gosok gigi, lalu menuliskannya. Ya tulisan adalah prasasti abadi pemikiran. Maka seorang pemimpin akan dikenang sepanjang masa bila mampu meninggalkan jejak pikirannya dalam bentuk tulisan.
4. Politik Kepentingan
Media adalah alat yang paling ampuh untuk merebut hati rakyat. Sudah sejak jaman romawi patron ini dipahami. Inilah mungkin alasan yang paling masuk akal kenapa Hari Tanoe, selepas keluar dari Nasdem, diperebutkan banyak pihak. Bagi yang memiliki keterbatasan modal mengakses media, apalagi media elektronik, maka media gratisan macam kompasiana adalah surga. Kurang 14 bulan lagi helatan akbar lima tahunan digelar. Maka perang pun dimulai. Dari yang sekedar promosi ataupun pencitraan , hingga black campaign menghiasi setiap tema politik yang dibahas. Pikirnya, kalo gak sekarang kapan lagi? Mumpung gratis…
5. Serangan Balik
Bagi lawan politik, setiap tulisan yang menjerumuskan atau menyerang parpolnya adalah tantangan. Loe jual, Gue Beli. Maka pembelaan silih berganti dari pihak yang pro dan kontra selalu terbit setiap menitnya. Akibatnya tema-tema politik terjebak dalam arus berbalas pantun. Pembaca pun disuguhi tema politik membela diri. Ada semacam hak jawab yang harus ditunaikan, bila suatu tulisan memuat hal yang miring tentang partainya.
Saya tidak skeptis ataupun pesimis. Dari kelima alasan itu, ada satu yang membuat saya tetap optimis. Gairah penulis politikkompasioner.
Mudah-mudahan kelak, saat saya menonton tivi ada pengamat yang memperkenalkan dirinya, saya pemerhati politik dan saya adalah…..Kompasioner!
Sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/02/12/mengapa-tema-politik-lebih-diminati-kompasioner-533532.html
Artikel Terkait Lainnya :
0 komentar:
Posting Komentar